Rabu, 27 Oktober 2010

DELAPAN KEBOHONGAN SEORANG IBU

DELAPAN KEBOHONGAN SEORANG IBU

Kisah ini merupakan kisah yang digambarkan oleh seorang anak mengenai kisah hidpnya dengan ibunya.

Delapan Kebohongan Seorang Ibu Dalam Hidupnya. Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah ini justru sebaliknya. Dengan adanya kebohongan ini, makna sesungguhnya dari kebohongan ini justru dapat membuka mata kita dan
terbebas dari penderitaan, ibarat sebuah energi yang mampu mendorong mekarnya sekuntum bunga yang paling indah di dunia

KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata ”Makanlah nak, aku tidak lapar”,

KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA

Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhanku. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disampingku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : "Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan”,

KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA

Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan aku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku berkata :"Ibu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja." Ibu tersenyum dan berkata : "Cepatlah tidur nak, aku tidak capek”,

KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu, sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata : "Minumlah nak, aku tidak haus!”

"KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga aku pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan aku yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : "Saya tidak butuh cinta

KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM

Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : "Saya punya uang nak” ,

KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH

Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepada aku "Aku tidak terbiasa”,

KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung, ibu harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh seberang samudra atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya, setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelasbetapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : "jangan menangis anakku,Aku tidak kesakitan”

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya. Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : " Terima kasih ibu!”

Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah aku tidak menelepon ayah ibu aku? Sudah berapa lamakah aku tidak menghabiskan waktu aku untuk berbincang dengan ayah ibu aku? Di tengah-tengah aktivitas aku yang padat ini, aku selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu aku yang kesepian. Aku selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di Jika dibandingkan dengan pacar aku, aku pasti lebih peduli denganpacar aku. Buktinya, aku selalu cemas akan kabar pacar aku, cemas apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila disamping aku. Namun, apakah aku semua pernah mencemaskan kabar dari ortu aku? Cemas apakah ortu aku sudah makan atau belum? Cemas apakah ortu aku
sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba aku renungkan kembali lagi..Di waktu aku masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi ortu
aku, lakukanlah yang terbaik.
Jangan sampai ada kata "MENYESAL" dikemudian hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar